Politik

Presiden Partai Buruh: Tapera Jangan Bebani Lagi Hidup Buruh dan Rakyat

Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera memang dibutuhkan buruh dan masyarakat. Akan tetapi, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menyebut jangan sampai Tapera membebani buruh atau pekerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendukung program perumahan untuk rakyat. 

Hal ini, karena, kebutuhan perumahan untuk buruh, kelas pekerja dan rakyat adalah kebutuhan primer seperti halnya kebutuhan makanan dan pakaian (sandang, pangan, papan). Demikian disampaikan Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, Rabu (29/5/2024).

“Bahkan di dalam UUD 1945 negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat. Di mana dalam 13 Platform Partai Buruh, jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan kami perjuangkan,” ujar Said Iqbal.

Tapera yang dibutuhkan buruh dan rakyat adalah kepastian untuk mendapatkan rumah yang layak melalui dana APBN dan APBD.

“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat,” lanjutnya.

Menurut Said Iqbal, setidaknya ada beberapa alasan, mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini.

Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya.

Sekarang ini, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3 persen per bulan maka iurannya adalah sekitar 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun. 

Karena Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun kedepan ada harga rumah yang seharga 12,6 juta atau 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari Tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah.”

“Jadi dengan iuran 3 persen yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ujar Said Iqbal.

Alasan kedua mengapa Tapera membebani buruh dan rakyat saat ini adalah, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30 persen. 

Hal ini akibat upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turut dan tahun ini naik upahnya murah sekali. Bila dipotong lagi 3 persen untuk Tapera, tentu beban hidup buruh semakin berat, apalagi potongan iuran untuk buruh lima kali lipat dari potongan iuran pengusaha.

“Dalam UUD 1945 tanggung jawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyediakan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh,” ujarnya.

“Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Bukan malah  buruh disuruh bayar 2,5 persen dan pengusaha membayar 0,5 persen ” kata Said Iqbal, yang sekaligus menjadi alasan ketiga mengapa Tapera membebani buruh dan rakyat. 

Menurutnya, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.

Sedangkan alasan keempat, Program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. 

Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera.

Oleh karena itu, Partai Buruh dan KSPI mengusulkan kepada pemerintah terhadap program Tapera adalah sebagai berikut: 

Pertama, merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat dimana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.

Kedua, iuran Tapera bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Artinya, pengusaha wajib mengiur sebesar 8,5 persen, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh mengiur 0,5 persen dimana total akumulasi dana Tabungan sosial ini bisa dipastikan begitu buruh, PNS, TNI/Polri dan peserta Tapera saat  pensiun otomatis memiliki rumah yang layak, sehat, dan nyaman tanpa harus menambahkan biaya apapun. 

“Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka Tabungan sosial tersebut bisa diambil uang cash di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya,” katanya.

Ketiga, program Tapera jangan dijalankan sekarang, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan terhindarnya korupsi hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera.

Keempat, naikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh. Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia.

Kelima, karena Tapera adalah program tabungan sosial (seperti JHT dan Jaminan Pensiun) dan bukan program asuransi sosial (seperti Jaminan Kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja), maka harus dipastikan jumlah tabungan milik buruh dan peserta Tapera tidak digunakan subsidi silang antar peserta Tapera. 

“Karena sifat tabungan sosial beda dengan sifat asuransi sosial. Jadi bila ada yang berkata bahwa Tapera sama dengan program BPJS Kesehatan, maka hal itu adalah keliru. Jangan ada subsidi silang dalam program Tapera,” ujar Said Iqbal.

Keenam, sebelum tapera dijalankan, maka program bantuan biaya perumahan dari program JHT BP Jamsostek diperkuat dan ditambah. 

“Juga program subsidi bunga bank kpr ditambah lagi. Setelah semua dana tsb diintegrasikan untuk membuat program perumahan yg murah dan layak untuk rakyat,” imbuhnya.

Said Iqbal menyampaikan, Partai Buruh dan KSPI menolak program Tapera dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh, PNS, TNI, Polri dan Peserta Tapera. 

Partai Buruh dan KSPI sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk isu Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang kesemuanya membebani rakyat.(RED)

The post Presiden Partai Buruh: Tapera Jangan Bebani Lagi Hidup Buruh dan Rakyat appeared first on SINAR KEADILAN | BERANI TAJAM TERPERCAYA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *