Pertemuan KTT ASEAN Hanyalah Seremonial Belaka Para Oligarki, Aktivis GMKI Jakarta Sebar Spanduk Penolakan
Sejumlah spanduk berisi penolakan terhadap KTT ASEAN disebar di jalan-jalan utama Ibu Kota Jakarta.
Isi spanduknya adalah Penolakan terhadap KTT ASEAN yang digelar di Indonesia. Spanduk-spanduk itu dipasang oleh sejumlah aktivis dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta).

Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (Ketua GMKI Jakarta) Chrysmon Wifandi Gultom menyampaikan, para aktivis mahasiswa terutama dari GMKI Jakarta, menolak adanya pertemuan seremonial dalam KTT ASEAN di Jakarta.
Alasannya, karena Konferensi Tingkat Tinggi Association of South East Nation (KTT ASEAN) atau pertemuan tingkat tinggi Negara-Negara Asia Tenggara itu tidak pernah akan menyelesaikan persoalan-persoalan riil yang dihadapi oleh Negara-Negara Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Chrysmon Gultom menyebut, GMKI Cabang Jakarta dalam menyikapi KTT ASEAN 2023 mengingatkan dua persoalan utama yang harusnya jadi persoalan yang dicarikan solusinya secara konkret, yakni pertama, terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Perdagangan Manusia alias Human Trafficking, yang marak terjadi di Kawasan Asia Tenggara, dan kedua, mengenai Kendaraan Listrik.
Terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Perdagangan Manusia alias Human Trafficking, Chrysmon Gultom menyampaikan, sudah sangat banyak memakan korban. Dari data yang dikajinya, terdapat ratusan hingga ribuan korban sepanjang 2020/2023.
“Di mana kebanyakan dari para korban TPPO itu Kembali ke Indonesia dalam kondisi meninggal dunia,” ujar Chrysmon Gultom dalam keterangan persnya, Selasa (05/09/2023).
“Salah satu kasus yang paling viral adalah kasus perdagangan wanita dan anak untuk dinikahkan di China,” lanjutnya.
Dalam data yang ditulis oleh Stöckl, Heidi at al (2017) dikatakan bahwa ada 51 wanita dan seorang gadis Vietnam berusia 14 tahun yang telah menjadi korban dalam kasus ini.
“Vietnam sebagai salah satu anggota ASEAN juga masih terkenal dengan kasus perdagangan manusianya. Itu hanya sebagian dari kasus di Vietnam yang baru diketahui. Belum lagi kita bicara tentang eksploitasi tenaga kerja migran, penjualan organ, dan lain-lain,” jelas Chrysmon Gultom.
Itu, kata dia, baru satu contoh kasus dari Negara-Negara Anggota ASEAN tentang kasus human trafficking. Belum lagi membahas tentang Thailand dengan kasus perdagangan manusia dalam sektor perikanan, pertanian dan prostitusi.
Selanjutnya, ada Myanmar yang terkenal sebagai pasar hitam organ manusia dan kasus rekruitmen tantara bersenjata anak-anak. Kemudian, di Filipina dengan kasus pekerja migran. Malaysia dan Singapura dengan kasus penjualan manusia di sektor konstruksi, rumah tangga dan prostitusi.
Laos dengan kasus perdagangan manusia dalam sektor pekerjaan domestik, Brunei Darussalam dan Timor Leste dalam kasus pekerja paksa dan eksploitasi seksual.
“Lantas bagaimana pihak imigrasi bisa kecolongan seperti tidak paham tugas? Kemudian bagaimana upaya TNI Polri dalam intelijen dini?” tanyanya.
Selanjutnya, persoalan Kendaraan Listrik. Chrysmon menyebut bahwa itu bukanlah energi terbarukan yang ramah lingkungan, tetapi malah makin memberikan dampak negatif bagi alam dan lingkungan.
Kendaraan listrik tentunya menggunakan baterai dan baterai tersebut menggunakan nikel. Nikel berasal dari biji-biji nikel yang ditambang.
“Dampaknya, kita semua sudah tahu, artinya penggunaan kendaraan listrik sama saja dengan peningkatan pertambangan dan sialnya Indonesia dan Filipina sebagai Negara penghasil nikel turut ikut andil dalam perusakan lingkungan,” tuturnya.
Bahan bakar listrik tentunya, lanjutnya, tidak menimbukan emisi gas karbon tetapi akan membuat penggunaan listrik di Indonesia semakin meningkat.
“Artinya PLTU akan lebih membutuhkan batubara sebagai sumber daya untuk menjalankan PLTU dan berujung pada meningkatnya penambangan batubara berlebih,” katanya.
Atas dua hal yang disorot itu, Chrysmon Gultom menyampaikan bahwa GMKI Jakarta akan konsisten bergerak selama pelaksanaan KTT ASEAN di Jakarta.
Para aktivis akan terus mengedukasi masyarakat melalui penyebaran spanduk dan rilis kajian GMKI Jakarta.
“Agar publik secara luas menyadari bahwa KTT ASEAN hanya seremoni kaum elite, dan agenda yang membuang anggaran serta ambisi oligarki,” ujarnya.
Chrysmon juga menyampaikan, GMKI Jakarta akan berkomunikasi dengan kalangan mahasiswa, Kelompok Cipayung hingga semua GMKI di Wilayah 3, untuk menyatakan sikap tegas.
“Membangun gerakan solidaritas terhadap korban perdagangan manusia dan korban dampak pertambangan,” tandasnya.(RED)
The post Pertemuan KTT ASEAN Hanyalah Seremonial Belaka Para Oligarki, Aktivis GMKI Jakarta Sebar Spanduk Penolakan appeared first on SINAR KEADILAN | BERANI TAJAM TERPERCAYA.