Politik

Komplotan Maling Besar Dilepas, Jaksa Korbankan Pelaku Kecil di Kasus-Kasus Proyek Daerah; Jaksa Agung Burhanuddin Tolong Jangan Diam Saja!

Para pencari keadilan belum mendapatkan penegakan hukum dan keadilan dari Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan dan Kepolisian.

Dengan alasan untuk mengusut kasus-kasus korupsi di Daerah, misalnya, Jaksa dan Polisi masih lebih senang mengincar pelaku-pelaku kecil-kecilan daripada mengusut tuntas pelaku besar atau komplotan maling besarnya.

Sandi Eben Ezer Situngkir yang merupakan inisiator dan juru bicara Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (TAMPAK), mengungkapkan beberapa laporan penanganan dugaan kasus korupsi karena pengerjaan proyek di Daerah, yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

Pihak Kejaksaan Tinggi Bengkulu (Kejati Bengkulu), lanjut Sandi Eben Ezer Situngkir, memaksakan mendakwa 2 orang Pelaksana Proyek Pengerjaan Asrama Haji di Pengadilan.

“Sedangkan pelaku utamanya, ya bolehlah kita bilang maling besarnya malah dibiarkan melenggang bebas. Dan komplotan itu pun terus beraksi di Daerah-Daerah lainnya di Indonesia,” ungkap Sandi Eben Ezer Situngkir, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (30/12/2023).

Ketika ditanyakan siapa saja komplotan maling besar yang diduga dibiarkan dan dilepas untuk beroperasi di tempat lain itu? Sandi Eben Ezer Situngkir menyebut, ada komplotan maling yang bermain dari Jakarta, untuk memainkan proyek-proyek di Daerah.

“Bos besarnya sering disebut dengan inisial Iron M2, bersama seorang pengurus organisasi konstruksi nasional berinisial MZ dan MT. Itu data-data yang kami pegang,” ujarnya.

Nah, menurut Sandi Eben Ezer Situngkir, komplotan ini masih bebas melenggang dan beraksi di berbagai Daerah, termasuk yang terbaru di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Sama dengan yang di Bengkulu, yang terjadi di NTT juga komplotan itu diduga telah bermain dengan oknum polisi dan oknum Jaksa, agar hanya diusut sampai sekelas pelaku di lapangan saja, pelaku-pelaku kecil seperti kejadian di Bengkulu,” bebernya lagi.

Karena itu, ditambahkan Sandi Eben Ezer Situngkir, kiranya Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr Sanitiar Burhanuddin dan jajarannya di Kejaksaan Agung, bisa memberikan Tindakan yang segera kepada para bawahannya, yang sangat terkesan pilih-pilih pelaku atau tebang pilih dalam mengusut tindak pidana korupsi seperti itu.

“Pak Jaksa Agung yang sekarang kan banyak mendapatkan reward dan penghargaan, karena mampu membaa Kejaksaan lebih baik lagi. Namun, jika pada kenyataannya di Daerah kita temui banyak praktik yang kurang pas dari para Jaksa, tentu semua itu akan rubuh dan akan runtuh kepercayaan publik kepada Korps Adhyaksa,” ujarnya.

Di Bengkulu, sidang perdana pembacaan dakwaan perkara dugaan korupsi Revitalisasi dan Pengembangan Asrama Haji Tahun 2020/2021 digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu pada Kamis (7/12/2023).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bengkulu langsung menghadirkan dua orang terdakwa, yaitu Suharyanto yang disebut sebagai Direktur Cabang PT Bahana Krida Nusantara selaku pelaksana kegiatan dan terdakwa Panca Saudara Silalahi selaku broker yang mendapatkan proyek.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Bengkulu (Kejati Bengkulu) yang membuat dan membacakan dakwaan terdiri dari Lie Putra Setiawan, Heru Subekti, Rini Yuliani, Ahlal Hudarahman, dan Nurdianti.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan yang diketuai oleh Fauzi Isra selaku Ketua Majelis, JPU Kejati Bengkulu menjerat kedua terdakwa dengan pasal berlapis, karena telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,2 miliar rupiah lebih.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Lie Putra Setiawan, menyatakan sesuai dengan dakwaan yang dibacakan, kedua terdakwa dijerat pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Lie Putra Setiawan menyatakan kedua terdakwa melakukan tindak pidana korupsi sehingga terjadinya kerugian negera.

Pasca pembacaan dakwaan, sidang akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembuktiaan dari penuntut umum untuk menghadirkan semua saksi fakta dalam perkara dugaan korupsi tersebut.

“Untuk sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda pembuktian, tentunya saksi yang kami hadirkan merupakan saksi fakta,” ujar JPU Kejati Bengkulu, Lie Putra Setiawan.

Berkaitan dengan dakwaan yang disampaikan JPU, penasehat hukum terdakwa Dian Ozhari menyatakan tidak mengajukan eksepsi. Namun, dalam pembuktiaan nanti, semuanya akan kita beberkan sesuai dengan fakta sebenarnya.

“Kita lanjutkan saja proses pembuktian, nanti kita akan buktikan juga semua faktanya di persidangan,” ujar Dian Ozhari selaku penasehat hukum.

Sebelumnya dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat dua terdakwa, untuk pengembalian kerugian negera sudah dilakukan penitipan oleh dua terdakwa dan saksi yang mencapai 798 juta rupiah, sedangkan kerugian negera yang masih tersisa mencapai 482 juta rupiah.

Untuk diketahui, Suharyanto selaku Direktur Cabang PT Bahana Krida Nusantara dijadikan tersangka karena selaku kontraktor telah diberikan kesempatan 3 kali secara berturut-turut untuk menyelesaikan pekerjaan, tetapi tetap tidak tuntas, sehingga dilakukan putus kontrak.

Perkara ini awalnya ditangani oleh Bidang Datun Kejati Bengkulu. Kontraktor awalnya diminta mempertanggungjawabkan uang muka yang sudah diterima, sehingga ditagih oleh pihak Datun Kejati Bengkulu, namun tidak dibayar, sehingga ditangani oleh pihak Pidana Khusus Kejati Bengkulu.

Sementara itu, satu orang terdakwa baru lainnya, bernama Panca Saudara Silalahi ditahan penyidik Pidsus Kejati Bengkulu yakni merupakan orang yang mencari proyek dan mencari bendera perusahaan untuk mengerjakan proyek Asrama Haji.

Terkait kasus ini, Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Bengkulu kembali mengamankan barang bukti tambahan atas dugaan korupsi Pembangunan Gedung Revitalisasi dan Pembangunan Asrama Haji Bengkulu Tahun Anggaran 2020.

Setelah sebelumnya sudah berhasil menyita uang Rp 450 juta, barang bukti tersebut berupa uang senilai Rp 75 juta kembali diserahkan oleh salah satu saksi dalam dugaan korupsi Pembangunan Gedung Revitalisasi dan Pembangunan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020 ini yang saat ini tengah di usut pihak Kejaksaan Tinggi Bengkulu.

Kepala Seksi Penyelidikan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bengkulu (Kasi Penyelidikan Pidsus Kejati Bengkulu), Danang Prasetyo, mengatakan, penyerahan uang senilai Rp 75 juta tersebut dilakukan Kamis, (3/8/2023) di Kejaksaan Tinggi Bengkulu.

Uang tersebut saat ini telah dititipkan ke rekening penampungan barang bukti dalam perkara penyidikan dugaan korupsi revitalisasi asrama haji Bengkulu.

“Sehubungan dengan penanganan perkara penyidikan di Asrama Haji Bengkulu, penyidik telah melakukan penyitaan uang sejumlah Rp 75 juta. Penyitaan itu dilakukan tadi pagi dan dititipkan ke rekening penampungan untuk selanjutnya dijadikan barang bukti dalam perkara asrama haji,” ujar Danang Prasetyo.

Danang juga menjelaskan, penyerahan uang yang dilakukan oleh salah satu saksi itu dilakukan secara sukarela.

Di mana ia mengembalikan uang itu atas dasar perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Direktur PT Bahana Krida Nusantara berinisial SU yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Ini tambahan dari yang kemarin itu, tapi bukan dari yang lama tapi dari salah satu baru. Saksi sukarela, mengembalikan uang atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka,” ujarnya.

Dari penambahan barang bukti ini, total uang yang telah dititipkan ke rekening penampungan sejumlah Rp 525 juta.

Di mana sebelumnya, tersangka SU juga telah menitipkan uang pada penyidik atas perkara ini senilai Rp 450 juta.

Sementara itu untuk estimasi kerugian negara yang timbul dari dugaan tindak pidana Pembangunan Gedung Revitalisasi dan Pembangunan Asrama Haji Bengkulu tahun anggaran 2020 ini sebesar Rp, 1,7 miliar.

Sedangkan untuk proyek pembangunan gedung revitalisasi dan pembangunan asrama haji Bengkulu tahun anggaran 2020 dengan nilai kontrak Rp 38,4 miliar dikerjakan oleh PT Bahana Krida Nusantara.

Terkait kasus ini, wartawan mencoba mengkonfirmasi kepada Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum), Dr Ketut Sumedana. Namun Ketut menyerahkan urusan tersebut kepada instansi Kejaksaan Tinggi terkait di Daerah.

Sedangkan, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bengkulu (Kasi Penkum Kejati Bengkulu), Fifian Shanty, tidak memberikan respon apapun terkait konfirmasi yang disampaikan wartawan.

Komplotan Maling Proyek Beraksi di RS Pratama Boking di NTT

Sedangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dugaan kasus korusi Rumah Sakit Pratama Boking di Timor Tengah Selatan (TTS) akan segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT).

Berkas perkara bagi lima tersangka kasus korupsi Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, dirampungkan penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT.

Pasca menahan lima tersangka, polisi melengkapi berkas dan segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi NTT.

“Penyidik segera merampungkan berkas perkara untuk kembali dikirim ke JPU,” ujar Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma, di Polda NTT, Kamis 26 Oktober 2023 saat memberi keterangan ke wartawan.

Penyidik, kata Johni, telah melimpahkan berkas perkara pada 4 Agustus 2023 lalu. Namun dikembalikan JPU pada 24 Agustus dengan sejumlah petunjuk.

“Secepat mungkin berkas perkara akan kita limpahkan dalam waktu dekat,” sebutnya.

Kapolda menyebutkan kalau pada 13 Oktober 2023, Polda NTT menahan tersangka Brince SS Yalla selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dan Andrew Feby Limanto selaku pelaksana/kontraktor peminjam bendera PT Tangga Batu Jaya Abadi.

Selanjutnya pada Senin (22/10/2023) untuk 20 hari kedepan, polisi kembali menahan Ir Mardin Zendrato alias MZ selaku Direktur PT Tangga Batu Jaya Abadi.

Adapun penahanan juga terhadap Ir Guskaryadi Arief alias GA, direktur PT Indah Karya (Persero) dan Hamka Djalil alias HDj selaku direktur CV Desakon Perwakilan TTS.

Tersangka Mardin Zendrato meminjamkan benderanya kepada tersangka Andrew Feby Limanto dengan fee Rp 250 juta.

Mardin Zendrato hanya menandatangani kontrak dengan Dinas Kesehatan Kabupaten TTS.

“Sedangkan untuk seluruh pelaksanaan fisik pekerjaan RS Pratama Boking dan belanja material dilakukan oleh tersangka Andrew Feby Limanto,” ujar Kapolda NTT.

Sementara itu, tersangka Guskaryadi Arief selaku konsultan perencana menandatangani kontrak sebesar Rp 821.922.000.

Hingga selesai pembangunan RS Pratama Boking, hasil perencanaan belum diserahkan kepada PPK Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dan telah menerima pembayaran 64 persen dari nilai kontrak perencanaan.

Sedangkan tersangka Hamka Djalil alias HDj selaku direktur CV Desakon Perwakilan TTS tidak melakukan pengawasan sesuai kontrak karena tidak mempekerjakan tenaga ahli sesuai kontrak dan menerima pembayaran sesuai kontrak Rp 199.850.000.

Tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selain itu, ada pasal 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 199 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan hukuman paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun atau denda Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar, serta pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam kaitan kasus ini, polisi mengamankan barang bukti 4 kontainer dokumen penyusunan anggaran, dokumen perencanaan, proses pengadaan, dokumen pelaksanaan kontrak, dokumen pengawasan, dokumen pembayaran serta aliran penggunaan dana pembayaran terkait dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan RSP Boking Tahun Anggaran 2017.

Ikut disita fee bendera PT Tangga Batu Jaya Abadi sebesar Rp 292 juta berupa uang tunai dan pengawasan pembangunan RSP Boking sebesar Rp 181.700.000 berupa bukti penyetoran ke kas daerah Kabupaten TTS.

Proyek ini merupakan kegiatan tahun anggaran 2017 dan 2018 pada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS.

Perencanaan dilakukan berdasarkan surat perjanjian kerja nomor Dinkes.07.01.3/2452/V/2017 tanggal 30 Mei 2017 dengan nilai Rp 812.922.000 masa waktu pelaksanaan 90 hari kalender sejak 30 Mei hingga 28 Agustus 2017.

Berdasarkan fakta bahwa tenaga ahli yang dilibatkan hanya 5 orang tenaga ahli dari 17 tenaga ahli dan sampai saat ini produk perencanaan belum diserahterimakan secara resmi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dan telah terbayarkan 64 persen atau Rp 520.270.080 dari nilai kontrak.

Tahap pelaksanaan, dengan kontrak nomor 07.01.3/5385/X/2017 tanggal 11 Oktober 2017 tentang surat perjanjian untuk melaksanakan paket pekerjaan konstruksi pembangunan fisik RS Pratama dengan nilai Rp 17.459.000.000, waktu pelaksanaan 80 hari kalender dari tanggal 11 Oktober hingga 30 Desember 2017.

Seluruh pekerjaan RS Pratama Boking di subkontrak kepada Andrew Feby Limanto yang tidak sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengawasan pembangunan RSP Boking dan pembayaran telah dilakukan 100 persen sesuai dengan kontrak.

Pengawasan berdasarkan surat perjanjian nomor 07.01.3/5578/X/2017 tanggal 16 Oktober 2017 dengan nilai kontrak Rp 199.850.000 dengan waktu pelaksanaan 75 hari mulai 16 Oktober hingga 30 Desember 2017.

Dalam pelaksanaan pengawasan pembangunan RS Pratama Boking tidak melibatkan tenaga ahli dalam kontrak dan telah terbayar 100 persen dari nilai kontrak.

Kasus ini mengakibatkan kerugian negara Rp 16.526.472.800 berdasarkan hasil audit kerugian negara nomor PE.04.03/LHP-586/PW24/5/2022 tanggal 29 Desember 2022.

Dalam tahap penyidikan, penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT telah memeriksa 62 orang saksi dan ada supervisi KPK RI, juga dilakukan audit keteknikan pekerjaan di lokasi antara KPK RI, Kejaksaan Tinggi NTT, penyidik Subdit 3/Ditreskrimsus Polda NTT dan auditor BPKP Perwakilan Provinsi NTT.

Pemeriksaan ahli dari Politeknik Negeri Kupang, ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah dari LKPP RI, ahli keuangan daerah dari Undip Semarang serta ahli perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP Perwakilan Provinsi NTT.

Polisi juga menyita dokumen proses penganggaran APBD Kabupaten TTS TA 2017, dokumen perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan RS Pratama Boking serta uang Rp 473.700.000 yang terdiri dari fee pinjam bendera PT Tangga Batu Jaya Abadi Rp 292.000.000 berupa uang tunai dan bukti penyetoran ke kas daerah Kabupaten TTS dari pengawasan pembangunan RS Pratama Boking Rp 181.700.000.

Menurut Kapolda NTT, pemeriksaan terhadap orang-orang yang berkaitan dengan proyek ini akan terus dilakukan. Adapun potensi penyitaan aset dari para tersangka juga bisa dilakukan, bila para tersangka tidak mampu mengembalikan kerugian negara.(RED)

The post Komplotan Maling Besar Dilepas, Jaksa Korbankan Pelaku Kecil di Kasus-Kasus Proyek Daerah; Jaksa Agung Burhanuddin Tolong Jangan Diam Saja! appeared first on SINAR KEADILAN | BERANI TAJAM TERPERCAYA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *